BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demokrasi di Indonesia saat ini adalah demokrasi yang
memperhatikan aspirasi masyarakat. Menurut Kuncoro, demokrasi
diartikan sebagai pemerintah atau kekuasaan dari rakat untuk rakyat” dan
demokrasi yang tepat dalam hal pembagian kekuasaan adalah penerapan
desentralisasi. Dalam era orde baru pelaksanaan demokrasi seperti ini membuat
orde baru jatuh pada masa krisis yang tengah melada asia dan digantikan ke era
reformasi yang menekankan kepada demokrasi yang lebih bebas dalam berpendapat
serta sistim demokrasi yang tidak terpusat atau desentralisasi. Inti dari
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah
tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Untuk menjalankan
system desentralisasi ini, maka di bentuklah suatu system desentralisasi yang
di sebut dengan otonomi daerah. Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, kewajiban Daerah mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya hal ini maka di harapkan terjadinya percepatan ekonomi dan
mempercepat tujuan pembagunan nasional.
Adanya otonomi daerah tentunya juga aka memacu daerah untuk mampu
mengelola daerahnya sediri agar mampu menjadi daerah yang mandiri dan menjadi
sumber bagi pembagunan nasional. Dengan adanya rangsangan yang memacu daerah
inilah yang akan membuat daerah berlomba-lomba meningkatkan potensinya
masing-masing sehingga mampu menimbulkan suatu percepatan ekonomi.
B. RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian otonomi daerah?
- Apa Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah ?
- Bagaimana Prinsip dan
Tujuan Otonomi Daerah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
otonomi daerah
Istilah otonomi
berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat; 1985). Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997)
mengemukakan bahwa:
1. F.
Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.
3. Syarif
Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.
4. Sedangkan
Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah
daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan
otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber
material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda. Dengan otonomi
daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki
pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif
merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi
daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus
di pertanggung jawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan
bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat
tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius
(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan
politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan
perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk
menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah
senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli
yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia[1]
B.
Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah
Tidak hanya pengertian tentang
otonomi daerah saja yang perlu kita bahas. Namun ada dasar-dasar yang bisa
menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah, yaitu sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
ayat 1 hingga ayat 7.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang
sumber keuangan negara.
1.
Desentralisasi
Desentralisasi
dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintah sering digunakan secara campur
baur (interchangeably). Desentralisas sebagai mana didefinisikan perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) adalah:
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
munculah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya
adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan
sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
pardigma pemerintahan diIndonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatar belakanginya adalah
keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan
mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang
dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.[2]
Lebih luas Rondinelli
mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam
perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan
agen-agenya kepada unit kementrian pemerintah pusat, unit yang ada dibawah
level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas
fungsional atau regional dalam wilayah yang luas atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi[3]
Desentralisasi terkait dengan masalah
pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota negara baik
melalui secara dekonsentrasi, misalnya pendelegrasian, kepada pejabat di
bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan daerah.
Sedangkan pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai
”mandiri ”. Sedangkan dalam makna yang luas diartikan sebagai ” berdaya”.
Otonomi daerah engan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnyasendiri.Namun
demikian, pelaksanan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat
baik secara teoritik ataupun empirik. Kalangan teoritis pemerintah dan politik
mengajukan sejumlah argumen yang menjadi dasar atas pilihan tersebut sehingga
dapat dipertanggung jawabkan baik secara empirik atau pun normatif-teoritik. Di
antara berbagai argumentasi dalam memilih desentralisasi-otonomi daerah adalah:
a.
.Untuk
terciptanya efesensi dan efektifitas penyelenggara pemerintah.
b.
Sebagai sarana
pendidikan politik.
c.
Pemerintahdaerah
sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
d.
Stabilitas
politik.
e.
Kesetaraan
politik(politicalequlity).
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah
akan dapat diawasi secara langsung dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat karena masyarakat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pemerintah malalui proses pemilihan secara langsung.
Visi Otonomi Daerah
Otonomi daerah sebagai kerangka
penyelenggaraan pemerintah mempunyai visi yang dapat dirumuskan dengan yang
lainnya: politik, ekonomi, sosisl dan budaya. Visi
otonomi daerah di bidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi
daerah harus diarahkan pada pengelola , penciptaan dan pemeliharaan integrasi
dan harmoni sosial. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial
dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya cipta,
bahasa dan karya sastra lokal yang di pandang kondusif dalam mendorong
masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan
kehidupan global. Bentuk dan Tujuan
Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah.
Rondinelli
membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu deconcentration, delegtion to
semi-autonomous and parastatal agencies, develution to local governments,
dan nongovernment institutions (privatization). Dekonsentrasi hanya
berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya
Desentralsasi
dalam Negara Kesatuan dan Negara Federal: Sebuah Perabandingan. Dalam dimensi
karakter dasar yang dimilki oleh struktur pemerintahan regional/lokal
pemerintah daerah dalam negara kesatuan tidak memiliki soverienitas
(kedaulatan), sedangkan dalam nagara federal merupakan
struktur asli yang memiliki karakter kedaulatan. Dalam pembahasan sistem
federal dikenal pembagian kekuasaan dan kewenangan secara vertikal antara
negara bagian dan federal. Soveneritas dalam negara federal lazimnya
didefinisikan sebagai kompetensi dan bukan sebagai kedaulatan awal negara
bagian. Dalam perspektif teori negara federal dualitis (dualistiche bundesstaatstheorie), kepemilikan bersanma kedaulatan
antara negara bagian dan federal bukanlah suatu kemustahilan.
Bentuk Desentralisasi dalam konteks otonomi daerah.
rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi yakni
a.
Deconcentration,
yaitu
merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara
pemerintah (departemen) pusat dengan pejabat birokrasi dilapangan .
b.
Delegation
to semi-autonomous and prastatal agencies,
yaitu
pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan
tugas-tugas kusus pada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada
dibawah pengawasan pemerintah pusat.
c.
Devolution
to local goverments, ini merupakan
desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk situasi dimana pemerintah
pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputuasan keuangan, dan
manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. menurut mawhood sebagaimana
dikutip oleh turner dan hulme ada lima ciri yang melekat pada devulusi, yaitu:
1.
adanya sebuah
badan lokal yang secara konstitutional terpisah dari pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pada pelayanan lokaal yang signifikan.
2.
pemerinyah
daerah harus memiliki kekayaan sendiri.
3.
harus
mengembangkan kompetensi staf.
4.
anggota dewan
yang terpilih yang beroprasi pada garis partai harus menentukan kebijakan dan
prosedur internal.
5.
pejabat
pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator luar yang tidak
memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal .
d.
non
goermentin institution (privatization),
menurut
Rondinelli priatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badab sukarela, suasta, dan swadaya masyarakat, tapi
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta,
misalnya BUMN dan BUMD dilevur menjadi perusahaan Perusahaan terbatas (PT).
e.
tugas
pembantuan
tugas
pembantuan (medebewin) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerinyah pusat
atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah
daerah yang tingkatanya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas dan urusan
rumah tangga dari daerah yang tingkatanya lebih atas.[5]
2.
Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk
penyelenggaraan negara adalahpersoalan pembagian sumber daya dan wewenang.
Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan
sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap
masyarakat.
Di
Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh
ditetapkan sebagai suatu proses satuarah dengan tujuan pasti. Pertama- tama,
kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat
dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada
rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.
C. Prinsip
dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom,
biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi
daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki
wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas. Daerah otonomi
adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian
jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi
daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi,
berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas
kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan
kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh
provinsi. Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih
lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya
terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk
berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab dimasa mendatang. Dalam
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan
otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan
potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi
maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Dalam
penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan
serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud
tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip
pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai
berikut :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang terbatas.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4 Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4 Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
7
Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai
wakil daerah.
8 Pelaksanaan azas tugas pembantuan
dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun
tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie
dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah
adalah :
1
Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat
diseluruh tanah air Indonesia.
2
Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang
perekonomian[6]
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah
Di dalam Otonomi daerah selalu
identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang
sering disebut APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari
kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting
dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan
dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan
daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa
biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah
yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu
daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah
daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi
otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran
sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran
adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Mardiasmo
mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan suatu dokumen
yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat
dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang
menyatakan :
1)Berapa biaya atas rencana yang di buat
(pengeluaran/belanja),dan
2)Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk
mendanai rencana tersebut (pendapatan)
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang
keuangan Negara disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih
lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di
bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal
BAB
II
KESIMPULAN
Otonomi
daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus
di pertanggung jawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan
bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas.
Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintah mempunyai
visi yang dapat dirumuskan dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosisl dan
budaya. Visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya
mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelola ,
penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial. Pada saat yang sama,
visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan
nilai, tradisi, karya cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang di pandang
kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan
di sekitarnya dan kehidupan global. Bentuk dan Tujuan
Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Rondinelli dennis a dan cheema G. sabir, 1998.
decantralitation
and devalopment policy implementation in developing countris (california,)
Tim penyusun MKD
iain Sunan Ampe, Civic Education 2011
(pendidikan
kwarganegaraan). (Surabaya:iain Sunan Ampel pers)
[3]
Rondinelli dennis a dan cheema G. sabir, decantralitation
and devalopment policy implementation in developing countris (california,1998)
[4]
Tim penyusun MKD iain Sunan Ampe, Civic Education(pendidikan kwarganegaraan)
surabaya:iain Sunan Ampel pers 2011
[5]
Tim penyusun MKD iain Sunan Ampe, Civic Education(pendidikan kwarganegaraan)
surabaya:iain Sunan Ampel pers 2011, 172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar